Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Setiap Bunda tentu berharap anaknya tumbuh menjadi sosok yang bisa mengambil keputusan dengan bijak dan bertanggung jawab. Namun sering kali, secara tidak sadar, justru kita sebagai Bunda menjadi penghalang utama terbentuknya kemampuan tersebut. Kita ingin anak bisa mandiri, tetapi dalam praktiknya terlalu sering mengambil alih pilihan mereka mulai dari hal kecil seperti pakaian, hingga kegiatan sehari-hari. Padahal, membentuk kemampuan mengambil keputusan tidak cukup hanya dengan teori, melainkan lewat kesempatan dan pengalaman nyata. Simak penjelasan selengkapnya bersama Bunda dan si Kecil!
Banyak Bunda yang menginginkan anak mandiri namun cenderung mengatur dan mengontrol setiap keputusan yang diambil anak. Ini adalah bentuk kontradiksi dalam pengasuhan. Bila sejak kecil anak tidak dilibatkan dalam proses memilih dan memutuskan sesuatu, maka saat dewasa mereka akan kesulitan menentukan pilihan, ragu mengambil keputusan, atau terlalu bergantung pada orang lain.
Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, anak perlu diberikan ruang untuk mencoba membuat keputusan sendiri, tentu dengan pengawasan dan pendampingan yang sesuai. Hal ini menjadi latihan nyata bagi anak untuk mengenali pilihan, memahami konsekuensi, dan memperkuat rasa tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil.
Sebagian Bunda mungkin ragu, “Apakah anak sudah cukup mampu membuat pilihan yang benar?” Kekhawatiran ini wajar, tetapi perlu diingat bahwa kemampuan itu tidak muncul secara instan. Anak belajar dari pengalaman terutama dari kesalahan dan konsekuensi alami dari keputusan mereka.
Misalnya, ketika anak memilih menggunakan baju yang tidak sesuai cuaca atau situasi, biarkan ia mengalaminya (selama tidak berbahaya). Ketika mereka merasa tidak nyaman atau mendapat reaksi dari orang lain, hal ini akan menjadi pelajaran yang kuat. Tanpa harus dimarahi, anak akan memahami bahwa pilihannya membawa dampak. Ini disebut pembelajaran melalui konsekuensi alami.
Foto: Internet
Anak membutuhkan referensi atau basis pengalaman untuk membuat keputusan yang lebih baik di masa depan. Setiap pengalaman menjadi bagian dari “database” internal anak, yaitu kumpulan informasi yang disimpan dalam memori dan emosi mereka. Melalui database ini, anak bisa membandingkan situasi, menilai risiko, dan membuat keputusan yang lebih matang.
Proses pembentukan database ini terjadi melalui beberapa tahapan:
• Anak diberi pilihan
• Anak membuat keputusan sendiri
• Anak mengalami konsekuensi dari pilihannya
• Anak merefleksikan hasil dan dampaknya
Semakin banyak pengalaman yang dikumpulkan, semakin kuat pula kemampuan anak dalam mengenali sebab dan akibat, serta memilih dengan lebih bijak.
Foto: Internet
Salah satu aspek penting dari kemampuan mengambil keputusan adalah judgemental skill, yaitu keterampilan dalam menimbang pilihan berdasarkan logika, emosi, dan nilai moral. Anak perlu belajar mempertimbangkan berbagai faktor sebelum membuat keputusan, seperti risiko, dampak terhadap orang lain, dan kesesuaian dengan aturan.
Judgemental skill bukanlah kemampuan yang bisa diajarkan lewat nasihat semata. Ia harus dilatih lewat pengalaman dan diskusi. Anak perlu dilibatkan dalam proses berpikir dan dibantu untuk mengevaluasi keputusan yang mereka ambil, bukan sekadar diarahkan atau dikritik.
Dalam proses ini, peran Bunda bergeser dari pengambil keputusan utama menjadi fasilitator yang memberikan ruang aman untuk anak belajar. Bunda berperan sebagai pendamping, bukan sebagai pengendali. Berikut beberapa langkah praktis yang bisa Bunda terapkan:
Berikan Pilihan yang Terbatas dan Relevan
Untuk anak usia dini, berikan dua atau tiga pilihan yang sesuai. Misalnya: “Kamu mau pakai kaos merah atau biru hari ini?” Ini membantu anak merasa diberi kontrol sambil tetap dalam batas yang aman.
Biarkan Anak Belajar dari Pengalaman
Tidak perlu langsung mengoreksi atau melarang ketika pilihan anak terasa tidak ideal. Selama aman, izinkan anak merasakan konsekuensinya sendiri. Itu akan menjadi pelajaran yang lebih membekas dibanding sekadar diberitahu.
Diskusikan Pilihan dan Hasilnya
Setelah anak menjalani konsekuensi dari keputusannya, ajak ia berdiskusi. Tanyakan pendapat mereka tentang hasilnya, bagaimana perasaannya, dan apa yang bisa dilakukan berbeda lain kali.
Tunjukkan Konsistensi dan Kesabaran
Kemampuan mengambil keputusan tidak muncul dalam semalam. Butuh latihan yang berulang, bimbingan yang konsisten, dan kesabaran dari Bunda. Terus dukung proses ini tanpa terburu-buru.
Foto: Internet
Melatih anak membuat keputusan sejak dini adalah bentuk kepercayaan Bunda terhadap kemampuan anak. Ini bukan tentang membiarkan anak melakukan semuanya sendiri, melainkan memberikan mereka kesempatan untuk bertumbuh dan belajar. Dengan pengalaman yang cukup dan dukungan emosional yang kuat, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berani menghadapi tantangan, dan mampu mempertanggungjawabkan pilihannya.
Sebagai Bunda yang tengah mempersiapkan peran sebagai pendidik pertama bagi anak, membangun fondasi ini sejak dini adalah investasi berharga. Yuk, mulai beri ruang bagi anak untuk belajar memilih, agar kelak ia bisa membuat keputusan terbaik dalam hidupnya.