Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Bunda, pernahkah kalian mendengar istilah "Yes Man"? Istilah ini merujuk pada seseorang yang cenderung selalu mengatakan “ya” atau menyetujui permintaan orang lain, meski sebenarnya ia tidak nyaman atau tidak setuju. Pola ini sering muncul karena rasa tidak enakan, ingin menyenangkan semua orang, atau takut menghadapi konflik.
Namun, penting untuk diingat bahwa anak yang baik tidak harus selalu menjadi “Yes Man.” Mengajarkan anak untuk berani mengatakan apa yang ia pikirkan, bahkan saat itu berbeda dari pendapat orang lain, adalah bagian penting dari perkembangan kepribadiannya. Simak penjelasan daei Bunda dan si Kecil
Berikut adalah cara mendidik anak agar ia tumbuh menjadi individu yang percaya diri, asertif, namun tetap penuh empati.
Kenapa Anak Bisa Menjadi "Yes Man"?
Ada beberapa alasan mengapa anak mungkin tumbuh dengan kebiasaan menjadi "Yes Man":
1. Pola Asuh yang Terlalu Otoriter
Ketika anak selalu diminta untuk patuh tanpa diberi ruang untuk menyuarakan pendapat, ia cenderung merasa bahwa penolakan itu salah.
Foto : Internet
2. Ingin Diakui atau Disukai
Anak sering kali berpikir bahwa setuju dengan orang lain akan membuatnya diterima dalam kelompok atau disukai.
3. Takut Menghadapi Konflik
Anak mungkin menghindari penolakan karena takut akan reaksi negatif, seperti dimarahi atau ditinggalkan oleh teman.
Dampak Negatif Menjadi "Yes Man"
Jika dibiarkan terus menerus, menjadi "Yes Man" bisa berdampak buruk pada anak, seperti:
Cara Mengajarkan Anak untuk Tidak Menjadi "Yes Man"
1. Ajarkan Anak Mengenali Emosinya
Bantu anak memahami apa yang ia rasakan ketika diminta melBundakan sesuatu. Misalnya, tanyakan:
Dengan mengenali emosinya, anak akan lebih mudah menentukan apakah ia benar-benar ingin mengatakan “ya” atau sebaliknya.
2. Beri Anak Ruang untuk Berpendapat
Saat mengambil keputusan keluarga, libatkan anak dalam diskusi. Misalnya, tanyakan pendapatnya tentang tempat liburan atau menu makan malam. Hal ini mengajarkan anak bahwa pendapatnya penting.
Contoh:
Foto : Internet
3. Ajarkan Anak untuk Mengatakan “Tidak” dengan Sopan
Menolak permintaan orang lain bukanlah hal yang buruk, asalkan dilakukan dengan cara yang sopan. Latih anak untuk mengatakan:
Berikan contoh konkret, seperti:
4. Validasi Perasaan Anak
Ketika anak merasa tidak nyaman atau menolak sesuatu, hindari memarahinya. Sebaliknya, validasi perasaannya dengan berkata:
5. Hindari Memaksa Anak untuk Selalu Patuh
Frasa seperti "Ayo minta maaf sekarang ke dia!" atau "Kamu harus berbagi, biar dibilang baik!" sebaiknya dihindari. Kalimat seperti ini justru membuat anak merasa tertekan untuk selalu menyenangkan orang lain.
Sebaliknya, gunakan pendekatan yang lebih empati, seperti:
6. Beri Contoh Melalui Perilaku Orang Tua
Anak cenderung meniru apa yang dilihatnya. Jika Bunda menunjukkan sikap asertif dalam kehidupan sehari-hari, anak akan belajar bahwa mengatakan "tidak" dengan sopan itu adalah hal yang wajar.
Contoh:
Contoh Situasi dan Respons yang Tepat
Situasi 1: Anak diminta temannya untuk memberikan mainan kesukaannya.
Respons Tepat:
Situasi 2: Anak merasa tidak nyaman dengan permainan teman-temannya.
Respons Tepat:
Situasi 3: Anak diminta untuk selalu membantu temannya, meski ia sedang sibuk.
Respons Tepat:
Kesimpulan
Membantu anak untuk tidak menjadi "Yes Man" adalah langkah penting dalam membangun rasa percaya diri dan kemampuan asertifnya. Dengan memberikan ruang untuk menyuarakan pendapat, mengajarkan cara menolak dengan sopan, dan menjadi contoh yang baik, Bunda dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang mandiri, penuh empati, dan berani berkata jujur tentang apa yang ia rasakan.
Ingat, anak yang baik bukan berarti selalu setuju dengan semua orang. Anak yang baik adalah anak yang tahu bagaimana menghargai dirinya sendiri dan orang lain.