Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Menjadi orang tua, khususnya bagi Bunda muda yang baru menyambut kehadiran si kecil, adalah perjalanan penuh tantangan dan pilihan penting. Salah satu keputusan yang paling krusial dan kerap menimbulkan dilema adalah memilih antara memberikan ASI atau susu formula (sufor).
Di tengah gempuran informasi, iklan, dan saran dari berbagai pihak, sering kali para Bunda merasa bingung mana yang benar-benar terbaik untuk bayi mereka. Lebih dari sekadar urusan gizi, keputusan ini juga menyentuh aspek emosional, sosial, dan bahkan ekonomi. Namun, di balik kemasan cantik dan janji-janji manis dari berbagai produk susu formula, ada fakta penting yang perlu Bunda ketahui. Simak faktanya bersama Bunda dan si Kecil!
Tidak dapat dimungkiri bahwa produk susu formula kini mudah ditemukan di mana-mana, dari supermarket besar hingga toko online. Klaim-klaim yang menyertainya pun menarik hati"mendukung kecerdasan bayi", "mengandung nutrisi penting seperti ASI", hingga "solusi praktis untuk Bunda aktif".
Banyak Bunda akhirnya memilih sufor karena merasa itu adalah alternatif yang aman, apalagi jika mengalami tantangan dalam menyusui seperti produksi ASI yang sedikit, kondisi medis, atau tuntutan pekerjaan. Namun, apakah pilihan ini dibuat sepenuhnya karena informasi, atau karena pengaruh strategi pemasaran yang canggih?
Foto: Internet
Industri susu formula adalah industri besar yang menghabiskan anggaran iklan miliaran rupiah setiap tahunnya. Sasaran utamanya adalah para orang tua, terutama Bunda yang baru melahirkan kelompok yang dianggap paling rentan karena berada dalam kondisi fisik dan emosional yang belum stabil.
Melalui berbagai kanal seperti televisi, media sosial, dan kerja sama dengan figur publik, produk-produk ini tidak hanya mempromosikan manfaat sufor, tetapi juga menyisipkan narasi emosional yang menyentuh sisi kelelahan, rasa bersalah, dan keinginan memberikan yang terbaik untuk anak.
Tak jarang, informasi yang ditampilkan tidak disertai penjelasan lengkap tentang risiko kesehatan jangka panjang jika sufor digunakan secara tidak sesuai anjuran. Bahkan dalam beberapa kasus, pesan pemasaran mengaburkan fakta bahwa ASI adalah asupan terbaik bagi bayi selama enam bulan pertama kehidupan.
Menariknya, banyak orang tua sangat kritis terhadap isu-isu kesehatan tertentu seperti vaksinasi, namun menerima promosi produk sufor dan makanan bayi instan tanpa banyak pertanyaan. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan informasi dan juga minimnya kesadaran tentang bagaimana industri memengaruhi pola konsumsi rumah tangga, terutama dalam hal pengasuhan.
Sebagian Bunda bahkan secara aktif mempromosikan produk sufor, baik karena menjadi afiliasi maupun karena merasa menemukan “jalan keluar” dari tekanan menyusui. Narasi seperti "biar Bunda tetap waras" atau "yang penting anak kenyang" sering digunakan untuk membenarkan pilihan, tanpa melihat apakah keputusan itu diambil secara sadar atau karena tekanan sosial dan pemasaran.
Organisasi kesehatan dunia seperti WHO dan UNICEF telah lama mengangkat isu ini melalui kampanye #EndExploitativeMarketing. Kampanye ini bertujuan untuk menghentikan praktik pemasaran yang berlebihan dan sering kali menyesatkan dalam industri makanan bayi.
Menurut data WHO:
Hanya sekitar 44% bayi di dunia mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama.
Negara-negara dengan kampanye pemasaran sufor yang agresif cenderung memiliki angka menyusui yang lebih rendah.
Promosi sufor cenderung menyasar Bunda yang baru melahirkan, yang secara psikologis lebih mudah terpengaruh.
Foto: Internet
Artikel ini bukanlah seruan untuk menyalahkan para Bunda yang memberikan sufor. Kenyataannya, setiap keluarga memiliki kondisi dan tantangan yang berbeda. Namun, penting untuk dipahami bahwa ASI tetap merupakan pilihan terbaik dari sisi nutrisi dan perlindungan kekebalan tubuh bayi.
Sufor adalah solusi alternatif yang sah dan bisa digunakan bila memang dibutuhkan, tetapi sebaiknya pilihan ini dibuat secara sadar—bukan karena tekanan, rasa malu, atau pengaruh iklan semata.
Agar keputusan mengenai asupan bayi menjadi lebih bijak dan sehat, berikut beberapa hal yang bisa Bunda lakukan:
Cari informasi dari sumber tepercaya, seperti dokter anak, bidan, atau institusi resmi seperti IDAI dan WHO.
Dukung sesama Bunda dengan empati. Hindari menghakimi pilihan orang lain. Proses menyusui bisa sangat menantang dan penuh perjuangan.
Advokasi hak menyusui di tempat kerja dan ruang publik. Dukungan lingkungan sangat berperan dalam keberhasilan menyusui.
Kritis terhadap iklan produk bayi. Jika ada klaim bahwa produk tertentu membuat anak lebih pintar, pastikan ada dasar ilmiah yang jelas dan bukan sekadar narasi komersial.
Foto: Internet
Di balik semua promosi dan kemasan cantik susu formula, ada sistem besar yang berjalan dengan tujuan komersial. Karena itu, sebagai orang tua, Bunda perlu memiliki kesadaran dan informasi yang cukup untuk membuat keputusan terbaik bagi anak.
Memberi sufor bukanlah tindakan yang salah. Namun, akan jauh lebih baik jika dilakukan berdasarkan kesadaran penuh dan informasi yang seimbang. Pilihan yang benar adalah pilihan yang dibuat dengan memahami manfaat, risiko, dan kondisi masing-masing Bunda dan bayi.
Ingat, masa depan anak tidak seharusnya menjadi komoditas dalam permainan iklan. Bunda memiliki hak untuk tahu dan hak untuk memilih yang terbaik, tanpa harus terbebani tekanan sosial atau jebakan strategi pemasaran.