Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Pernahkah Bunda menjalani hari-hari sebagai Bunda dengan senyum di wajah, padahal di dalam hati terasa sangat lelah dan penuh tekanan? Bangun sebelum semua orang, menyiapkan sarapan, menyusui, membereskan rumah, sambil tetap berusaha tampil ceria di depan anak dan pasangan meski tubuh sudah tidak kuat dan pikiran pun terasa penuh? Jika iya, bisa jadi Bunda sedang mengalami Duck Syndrome.
Istilah ini semakin relevan di masa kini, khususnya di tengah tuntutan besar yang dihadapi Bunda, terutama Bunda muda. Meski tampak tenang di luar, beban yang tersembunyi bisa sangat berat.
Apa Itu Duck Syndrome?
Duck Syndrome atau Sindrom Bebek adalah istilah yang menggambarkan seseorang yang terlihat tenang dan baik-baik saja di permukaan, tetapi sebenarnya sedang berjuang keras di balik layar. Ibarat seekor bebek yang tampak mengapung tenang di atas air, namun kakinya terus bergerak cepat di bawah permukaan agar tetap seimbang dan tidak tenggelam.
Awalnya, istilah ini digunakan untuk menjelaskan kondisi stres pada mahasiswa yang tampak sukses secara akademis tapi sebenarnya mengalami tekanan berat. Kini, konsep ini juga sering dialami oleh Bunda, terutama Bunda yang menjalankan banyak peran sekaligus dalam keluarga.
Foto: Internet
Tanda-Tanda Duck Syndrome pada Bunda
Duck Syndrome pada Bunda sering tidak disadari karena ditutupi oleh senyum dan rutinitas harian. Berikut beberapa tanda umum yang bisa dikenali:
Tetap Tersenyum Saat Anak Tantrum
Saat anak menangis atau tantrum di tempat umum, Bunda tetap memasang senyum agar tidak menarik perhatian. Padahal, di dalam hati merasa malu, tertekan, dan bingung harus bagaimana.
Beraktivitas Meski Sedang Tidak Sehat
Bunda tetap melakukan rutinitas seperti memasak, menyusui, mencuci, meskipun sedang sakit atau kelelahan. Semua dilakukan tanpa menunjukkan tanda-tanda lemah.
Menahan Emosi Setelah Pulang Kerja
Bunda yang bekerja tetap harus ceria di rumah, bermain dengan anak meski sepanjang hari menghadapi tekanan di tempat kerja, macet di jalan, dan kelelahan fisik maupun mental.
Memprioritaskan Kebutuhan Anak di Tengah Krisis Ekonomi
Meski sedang kesulitan keuangan, Bunda tetap berusaha menyediakan makanan sehat, perlengkapan sekolah, dan kebutuhan anak tanpa menunjukkan kesusahan yang dirasakan.
Mengapa Duck Syndrome Perlu Diwaspadai?
Meski terlihat "kuat", Bunda yang mengalami Duck Syndrome menyimpan beban emosi yang dapat menumpuk dan berdampak pada kesehatan fisik serta mental. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa memicu:
• Kelelahan ekstrem (burnout)
• Gangguan tidur dan konsentrasi
• Rasa cemas berlebihan
• Depresi ringan hingga berat
• Konflik dalam hubungan rumah tangga
• Kualitas interaksi dengan anak yang menurun
Ketika Bunda tidak lagi memiliki energi emosional yang cukup, Bunda bisa kehilangan kesabaran, menjadi lebih mudah marah, dan tidak mampu merespons anak dengan empati.
Mengapa Bunda Rentan Mengalami Duck Syndrome?
Standar Sosial yang Tidak Realistis
Bunda sering merasa harus memenuhi ekspektasi masyarakat: anak harus sempurna, rumah harus bersih, tubuh harus bugar, dan penampilan tetap menarik. Padahal, semua itu tidak selalu bisa dicapai bersamaan.
Kurangnya Dukungan Emosional
Banyak Bunda merasa tidak punya ruang untuk mengekspresikan perasaan. Ketika curhat, tidak jarang respons yang diterima hanya berupa penolakan atau minimalisasi, seperti “itu wajar” atau “namanya juga Bunda.”
Foto: Internet
Minimnya Waktu untuk Diri Sendiri
Waktu untuk me time hampir tidak ada. Bahkan saat ingin beristirahat sejenak, sering terganggu oleh kebutuhan anak atau urusan rumah. Padahal, setiap orang memerlukan waktu untuk memulihkan diri secara emosional.
Apa yang Bisa Dilakukan Bunda?
Menghadapi Duck Syndrome bukan berarti harus menjadi Bunda yang sempurna. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
Mengakui Perasaan Sendiri
Jangan merasa bersalah karena merasa lelah atau tidak bahagia setiap saat. Perasaan itu valid. Mengakui bahwa menjadi Bunda itu berat bukan berarti Bunda gagal, justru menunjukkan kejujuran diri.
Minta Bantuan
Tidak ada salahnya berbagi peran dengan pasangan, keluarga, atau bantuan profesional seperti baby sitter. Mengelola rumah dan anak bukan tanggung jawab satu orang saja.
Luangkan Waktu untuk Me Time
Cukup 15–30 menit sehari untuk melakukan hal yang menyenangkan, seperti membaca buku, berendam, atau sekadar duduk tenang tanpa gangguan. Rutinitas ini penting untuk menjaga keseimbangan emosional.
Berkomunikasi dengan Pasangan
Sampaikan apa yang dirasakan secara terbuka. Komunikasi yang jujur bisa meringankan beban dan membantu mencari solusi bersama.
Konsultasi ke Profesional
Jika Bunda merasa burnout, kesulitan tidur, kehilangan motivasi, atau merasa kewalahan terus-menerus, berkonsultasilah dengan psikolog. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Foto: Internet
Kesimpulan: Tangguh di Luar, Jangan Abaikan yang di Dalam
Duck Syndrome adalah hal nyata yang banyak dialami Bunda masa kini. Terkadang, dalam usaha untuk terlihat baik-baik saja, kita lupa bahwa menjadi rentan dan mengakui kesulitan adalah langkah penting menuju kesehatan yang lebih baik. Menjadi Bunda bukan berarti harus sempurna, tapi cukup hadir dan tulus dalam menjalani peran. Jangan ragu untuk memperlambat langkah sejenak, bernapas dalam-dalam, dan mulai memperhatikan kebutuhan diri sendiri. Karena Bunda yang sehat secara emosional, akan lebih siap dan penuh kasih dalam membesarkan anak-anak yang bahagia.