Kode Otentikasi telah dikirim ke nomor telepon melalui WhatsApp
Sebagai Bunda yang sedang menyiapkan diri untuk menjadi Bunda, tentu ada banyak hal yang ingin kita pelajari demi masa depan anak yang lebih baik. Salah satu kemampuan yang kini dianggap penting untuk dimiliki anak sejak dini adalah kemampuan bernegosiasi. Kemampuan ini dapat membantu mereka menyampaikan pendapat, membela diri dengan sopan, hingga kelak berguna dalam kehidupan profesional. Namun, bagaimana jika keahlian ini justru membuat Bunda kewalahan di rumah? Simak penjelasannya bersama Bunda dan si Kecil!
Banyak dari kita tumbuh dalam lingkungan yang menanamkan kepatuhan sebagai nilai utama. Tidak sedikit yang sejak kecil terbiasa menuruti tanpa banyak bertanya. Namun seiring waktu, kita mulai menyadari bahwa terlalu patuh tanpa belajar menyuarakan pendapat bisa menjadikan seseorang sulit menetapkan batas dan cenderung mengalah demi orang lain. Kini, sebagai calon Bunda, kita tentu ingin agar anak tumbuh sebagai pribadi yang percaya diri dan berani berbicara, bukan hanya mengikuti tanpa tahu alasannya.
Maka, ketika Bunda mulai memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan pendapat dan menolak jika tidak setuju, itu sebenarnya langkah yang baik. Namun, kenyataannya tidak selalu mudah. Anak yang diberi kesempatan untuk berpendapat bisa menjadi sangat lihai bernegosiasi terutama saat menyangkut hal-hal seperti screen time, waktu bermain, atau kegiatan belajar agama.
Foto: Internet
Memberikan ruang bagi anak untuk menyuarakan pikirannya memang penting, tetapi saat mereka mulai “menantang” batas yang ditetapkan, Bunda bisa merasa lelah dan mempertanyakan pendekatan yang digunakan. Apakah ini tanda bahwa Bunda terlalu permisif? Atau justru terlalu lunak?
Kondisi ini seringkali memunculkan dilema. Di satu sisi, kita tidak ingin menjadi Bunda yang otoriter. Namun di sisi lain, jika semuanya bisa dinegosiasikan, anak bisa jadi sulit diajak disiplin. Di sinilah peran keseimbangan sangat penting. Anak yang sedang belajar bernegosiasi sejatinya membutuhkan bimbingan dan struktur, bukan kekangan atau pembiaran.
Sebagai Bunda, tujuan kita bukan menciptakan anak yang hanya menurut, tapi membentuk manusia kecil yang punya daya pikir dan kendali diri. Anak yang sehat secara emosional adalah mereka yang mampu berpikir kritis, menghargai pendapat orang lain, namun tetap mampu mempertahankan pandangannya sendiri.
Saat anak mulai bernegosiasi, itu tanda bahwa ia berkembang. Maka, respons Bunda terhadap momen-momen ini sangat menentukan. Apakah akan dilihat sebagai peluang belajar, atau justru dianggap sebagai bentuk pembangkangan?
Foto: Internet
Berikut beberapa langkah praktis untuk Bunda yang ingin mendampingi anak dalam mengembangkan kemampuan negosiasinya tanpa kehilangan kendali dalam pengasuhan:
Sediakan Ruang untuk Berdiskusi, Tetap dengan Batas yang Tegas
Ajarkan anak bahwa mereka boleh menyampaikan pendapat, namun tetap ada hal-hal yang tidak bisa dinegosiasikan. Misalnya, hal yang berkaitan dengan kesehatan, keamanan, dan nilai-nilai keluarga tetap harus dijaga.
Ajari Cara Menyampaikan Pendapat yang Baik
Anak perlu tahu bahwa menyampaikan keinginan harus dilakukan dengan sopan, jelas, dan dengan alasan yang masuk akal. Hindari membiarkan mereka menggunakan tangisan atau kemarahan sebagai alat tawar.
Validasi Emosi Anak, Tapi Jangan Selalu Menuruti
Ketika anak merasa didengarkan, mereka cenderung lebih kooperatif. Namun ini bukan berarti semua permintaan harus dipenuhi. Bantu anak memahami bahwa tidak semua keinginan akan mendapat jawaban “ya”, dan itu tidak masalah.
Jadilah Contoh Positif dalam Berkomunikasi
Anak belajar dari apa yang mereka lihat. Saat Bunda menghadapi konflik atau perbedaan pendapat dengan pasangan atau orang lain secara dewasa, anak pun akan meniru cara yang sama dalam menghadapi situasi serupa.
Foto: Internet
Dalam perjalanan menjadi Bunda, kita tidak perlu mengejar kesempurnaan. Yang terpenting adalah menjadi Bunda yang cukup hadir, cukup mendengarkan, dan cukup konsisten. Menjadi “Bunda yang cukup baik” adalah kunci, bukan Bunda yang sempurna.
Kemampuan negosiasi yang berkembang pada anak adalah sebuah karunia yang perlu diarahkan dengan lembut namun tegas. Ia hanya menjadi tantangan ketika kita tidak siap mengelolanya dengan sistem dan batas yang jelas. Maka, mari kita rayakan keberanian anak untuk bersuara, sembari terus mendampingi mereka belajar bertanggung jawab atas suara itu.
Dengan kasih sayang, kedekatan emosional, dan pengasuhan yang bijak, Bunda dapat menumbuhkan anak yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara emosional siap menghadapi dunia dengan percaya diri.